Pegawai Ekspedisi Ternate Ketahuan Jadi Kurir Ganja: Upahnya Cuma Rp 1 Juta
Dunia pengiriman barang yang biasanya identik dengan paket dan logistik, kini tercoreng oleh kasus mengejutkan. Seorang pegawai ekspedisi di Kota Ternate kedapatan menyalahgunakan posisinya untuk menjadi kurir ganja, dengan imbalan yang tergolong sangat kecil—hanya Rp 1 juta per pengiriman.
Penangkapan ini menjadi bukti bahwa jaringan narkotika terus mencari celah dalam sistem distribusi barang legal untuk menyelundupkan barang terlarang. Ironisnya, pelaku justru berasal dari dalam sistem itu sendiri.
Modus Terselubung: Menyatu dengan Paket Legal
Pelaku, yang sehari-hari bertugas sebagai petugas sortir dan pengantar barang, diduga telah beberapa kali membantu menyelundupkan ganja melalui sistem pengiriman ekspedisi. Ganja disamarkan dalam paket tertutup dan dikirim seolah-olah sebagai barang biasa.
Berbekal akses terhadap sistem logistik internal, pelaku dengan mudah menghindari pemeriksaan acak. Namun, kecurigaan mulai muncul saat ada laporan dari kantor cabang ekspedisi lain terkait bau mencurigakan dari salah satu paket yang diterima.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh aparat kepolisian, terbongkarlah jaringan kecil ini—dan pelaku pun tak berkutik saat dimintai keterangan.
Upah Sejuta, Taruhan Kebebasan
Satu hal yang membuat publik terkejut adalah nilai bayaran yang diterima pelaku. Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa upah yang diberikan hanya Rp 1 juta untuk satu kali pengantaran. Jumlah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan risiko hukum yang dihadapi: hukuman penjara hingga belasan tahun, bahkan bisa lebih jika terbukti bagian dari jaringan peredaran narkoba.
“Saya hanya butuh tambahan uang,” ujar pelaku saat dimintai keterangan, sembari menyesali perbuatannya.
Pernyataan ini menyoroti aspek ekonomi sebagai salah satu pendorong utama keterlibatan individu dalam peredaran narkotika, meskipun dengan konsekuensi yang sangat berat.
Respon Kepolisian dan Imbauan ke Perusahaan Logistik
Pihak kepolisian Ternate memastikan bahwa penyelidikan akan diperluas untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pelaku lain, baik dari internal ekspedisi maupun jaringan pemasok ganja. Mereka juga mengimbau perusahaan logistik untuk memperketat pengawasan terhadap proses sortir dan pengiriman.
“Ini alarm bagi seluruh perusahaan ekspedisi. Jangan lengah terhadap penyalahgunaan sistem oleh oknum dari dalam,” tegas Kapolres Ternate.
Pemeriksaan mendadak, pelatihan integritas karyawan, dan penggunaan alat pendeteksi barang terlarang menjadi langkah yang disarankan guna mencegah kasus serupa terulang.
Bahaya Mengintai di Balik Pekerjaan Sehari-hari
Kasus ini mengungkap sisi gelap dari sektor yang sering dianggap steril dari tindak kriminal. Seorang pegawai biasa, yang bekerja di balik meja sortir dan kotak paket, bisa menjadi bagian dari kejahatan besar dengan motivasi sederhana: kebutuhan ekonomi.
Dengan bayaran hanya Rp 1 juta, pelaku harus menghadapi jerat hukum yang panjang. Ini menjadi pengingat keras bahwa risiko terlibat dalam jaringan narkotika tidak pernah sebanding dengan keuntungan sesaat.