Muhammadiyah Kritik Putusan MK: Sekolah Swasta Tak Bisa Dipaksa Gratiskan Pendidikan
Organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengarahkan agar satuan pendidikan dasar, termasuk sekolah swasta, memberikan layanan pendidikan secara gratis. Muhammadiyah menilai keputusan tersebut tidak mempertimbangkan realitas dan peran strategis lembaga pendidikan swasta dalam sistem pendidikan nasional.
Latar Belakang Putusan MK
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan layanan publik yang seharusnya disediakan secara gratis oleh negara. Putusan ini menyentuh tidak hanya sekolah negeri, tetapi juga berdampak pada sekolah swasta yang selama ini mengisi banyak kekosongan layanan pendidikan di berbagai daerah.
Putusan MK itu dianggap sebagai upaya mendorong pemerataan pendidikan. Namun, pelaksanaannya menimbulkan perdebatan karena menyangkut sumber daya dan sistem pembiayaan lembaga non-pemerintah.
Muhammadiyah: Swasta Bukan Tanggung Jawab Fiskal Negara
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyampaikan bahwa pendidikan dasar gratis adalah amanat konstitusi, namun itu adalah tanggung jawab negara, bukan lembaga swasta.
“Sekolah swasta tidak dapat dipaksa untuk memberikan pendidikan gratis tanpa dukungan pembiayaan yang layak dari negara. Ini justru bisa melemahkan keberlangsungan sekolah swasta yang sudah berkontribusi besar sejak lama,” ujar Mu’ti dalam keterangan resminya.
Ia juga menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak menolak semangat pemerataan pendidikan, namun menolak jika beban negara dialihkan secara sepihak kepada pihak swasta, tanpa skema dukungan yang adil.
Peran Vital Sekolah Swasta
Selama ini, sekolah-sekolah swasta, termasuk yang dikelola Muhammadiyah, telah berperan aktif dalam membuka akses pendidikan di wilayah-wilayah yang tidak terjangkau sekolah negeri. Dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, Muhammadiyah memiliki ribuan satuan pendidikan yang dikelola secara profesional namun tetap menjunjung tinggi misi sosial.
Jika putusan MK dijalankan tanpa mekanisme subsidi atau insentif bagi sekolah swasta, dikhawatirkan akan memicu ketimpangan baru dan mengancam kelangsungan operasional lembaga pendidikan non-pemerintah.
“Negara justru seharusnya memperkuat sinergi dengan sekolah swasta, bukan memaksakan peran yang di luar kemampuan mereka,” tegas Mu’ti.
Ajakan Dialog Konstruktif
Muhammadiyah berharap MK dan pemerintah membuka ruang dialog terbuka dengan para penyelenggara pendidikan swasta untuk membahas dampak lanjutan dari putusan tersebut. Sebab, menurut mereka, kebijakan pendidikan harus mempertimbangkan ekosistem yang kompleks dan melibatkan banyak pemangku kepentingan.
“Pendidikan adalah tanggung jawab bersama, tapi negara harus menjadi pemimpin dalam pembiayaannya, terutama untuk pendidikan dasar,” pungkas Mu’ti.
Polemik putusan MK soal pendidikan gratis di sekolah swasta membuka diskusi penting tentang peran negara dan kontribusi sektor swasta dalam dunia pendidikan. Muhammadiyah, sebagai pelaku utama di sektor pendidikan swasta, menegaskan bahwa semangat pendidikan untuk semua tidak bisa berjalan tanpa keadilan dalam tanggung jawab dan pembiayaan. Di tengah tantangan mutu dan akses pendidikan, dialog dan kerja sama semua pihak menjadi kunci menuju solusi yang adil dan berkelanjutan.